Jakarta – Wacana pembatasan masa tinggal di rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang tengah dikaji oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta menuai penolakan dari sejumlah penghuni. Kebijakan ini dipertimbangkan lantaran tunggakan sewa rusun mencapai angka Rp 95,5 miliar. Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Wibi Andrino, menegaskan bahwa pemerintah perlu bersikap tegas dalam menertibkan administrasi pembayaran, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek kemanusiaan bagi warga yang masih membutuhkan hunian.
Pendekatan Humanis dalam Kebijakan Rusun
Wibi menjelaskan bahwa pemprov memang memiliki kewajiban untuk mengatur penggunaan fasilitas rusun agar tepat sasaran. Namun, dalam pelaksanaannya, harus ada keseimbangan antara ketegasan aturan dan kepedulian terhadap kondisi sosial warga.
“Kami memahami kekhawatiran warga terkait pembatasan masa tinggal di rusunawa. Di satu sisi, pemerintah perlu tegas dalam menertibkan tunggakan yang sangat besar ini. Namun, di sisi lain, kita tidak bisa mengabaikan warga yang benar-benar masih membutuhkan tempat tinggal. Karena itu, solusi yang diterapkan harus tetap berpihak pada masyarakat,” ujar Wibi kepada wartawan, Minggu (9/2/2025).
Menurutnya, salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah evaluasi menyeluruh terhadap penghuni rusun. Pemerintah harus memastikan bahwa fasilitas ini benar-benar dimanfaatkan oleh warga yang membutuhkan, bukan oleh mereka yang sebenarnya mampu mencari tempat tinggal lain.
“Pemerintah perlu memperketat seleksi penghuni baru dan mengevaluasi kembali para penghuni yang sudah ada. Harus ada mekanisme yang memastikan bahwa rusun ini digunakan oleh warga yang memang masih layak menerima subsidi. Selain itu, pemerintah bisa mempertimbangkan sistem pembayaran yang lebih fleksibel, misalnya dengan skema cicilan atau subsidi tambahan bagi warga kurang mampu,” jelasnya.
Dorongan Dialog antara Pemerintah dan Warga
Lebih lanjut, Wibi menyatakan bahwa DPRD DKI Jakarta siap memfasilitasi dialog terbuka antara pemerintah dan penghuni rusun untuk mencari solusi yang adil bagi semua pihak. Menurutnya, kebijakan yang diambil harus mengakomodasi kepentingan rakyat sekaligus menjaga tata kelola keuangan daerah.
“Kami di DPRD DKI Jakarta akan terus mendorong komunikasi terbuka antara Pemprov dan warga rusun agar tercipta kebijakan yang lebih berkeadilan. Harapannya, solusi yang diambil tidak hanya berdasarkan aspek administrasi semata, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi warga,” tambahnya.
Warga Rusun Menolak Pembatasan Masa Sewa
Sementara itu, sejumlah penghuni Rusunawa Pasar Rumput, Jakarta Selatan, menolak wacana pembatasan masa sewa. Salah seorang penghuni, Nona (56), mengaku keberatan dengan aturan tersebut karena merasa rusun merupakan satu-satunya pilihan tempat tinggal yang terjangkau.
“Janganlah dibatasi, kasihan. Ini kan rusunawa milik pemerintah, kalau dibatasi, bagaimana nasib orang yang tidak punya rumah? Mau tinggal di kolong jembatan?” ujar Nona saat ditemui wartawan pada Minggu (9/2).
Ia juga menyampaikan bahwa alasan utamanya tinggal di rusun adalah akses yang mudah dan kenyamanan lingkungan. Menurutnya, tinggal di rusun lebih praktis dan memungkinkan interaksi sosial yang lebih baik dibandingkan tinggal di tempat lain.
“Di sini enak, akses mudah, lebih praktis. Kalau tinggal di rumah sendiri, kadang sepi. Di sini bisa ngobrol dengan tetangga setiap hari,” tambahnya.
Nona juga mengungkapkan bahwa biaya sewa di Rusun Pasar Rumput masih tergolong terjangkau baginya, yakni sekitar Rp 1 juta per bulan. Dengan lokasi yang strategis, ia merasa sulit mencari hunian lain dengan harga serupa di Jakarta.
Pemerintah Perlu Menemukan Solusi Seimbang
Wacana pembatasan masa tinggal di rusunawa memang bertujuan untuk menertibkan administrasi dan memastikan hunian subsidi diberikan kepada yang benar-benar membutuhkan. Namun, di sisi lain, kebijakan ini menimbulkan keresahan di kalangan warga yang sudah lama bergantung pada rusun sebagai tempat tinggal utama.
Dengan berbagai masukan dari DPRD DKI dan warga, diharapkan Pemprov Jakarta dapat menemukan solusi yang lebih adil dan tidak hanya berfokus pada aspek keuangan, tetapi juga memperhatikan dampak sosial yang akan ditimbulkan.
Jakarta — Menjelang Ramadan 2025, gelombang pemutusan…
Jakarta, 26 Februari 2025 – Kejaksaan Agung…
Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menyinggung kemungkinan…
Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan…
Magelang, Bulan suci Ramadhan yang penuh berkah…